Disney's Indonesian Cultural Representative: POST DISNEY SYNDROME

10:04:00 PM

Post Disney Syndrome and reality strikes

Sudah sekitar lima bulan gue balik ke Indonesia setelah puas main dan kerja untuk si Tikus lucu bernama Mickey Mouse. Dan percaya atau tidak, gue masih belum bisa move on dari Disney life gue disana. Gila. Rasanya gue gak mau menerima kenyataan bahwa sekarang gue udah di rumah dan gak bisa lagi main sepuasnya di park, gak bisa ketemu dan ngobrol sama tamu-tamu seru, gak bisa gila-gilaan sama sesama Cast Member yang gak pernah ada dull moment-nya, gak bisa ngecengin Imagineer ganteng yang kerjaannya bolak-balik di depan muka lo (#eh)...aaahhhh...sungguh, gue kangen sama kehidupan Disney gue!

Post Disney Syndrome (PDS) itu nyata, sodara-sodara. Dan ini bukan hanya dialami oleh para tamu yang abis pulang main ke Disney World aja, tapi para Cast Member yang sudah menyelesaikan program kerjanya di sana. Bayangin aja, tamu yang dateng hanya pada waktu tertentu aja bisa mengalami PDS, apalagi Cast Member yang tiap hari kerja (dan pastinya main) di park. Yang tiap hari mengarungi bahtera Happiest Place On Earth. Yang tiap hari bisa melihat fairy tale world dijalankan. Yang tiap hari berusaha make magic for every guest dan make sure kalo mereka bakal mendapatkan the best day of their lives, ever.


Mungkin PDS untuk Cast Member ini akan jauh lebih berasa untuk para CM yang berada di bawah Internship Program or College Program. Jadi mereka hanya merasakan a glimpse of Disney life and after that they have to finish it in a short period of time. Mungkin buat CM yang sudah bekerja bertahun-tahun di Disney PDS yang mereka rasakan tidak sebesar para intern. Well, buat para Culture Rep, PDS ini juga bakalan dirasakan. Gue dan temen-temen sesama Culture Rep, PDSnya masih kenceng banget dan masih belom bisa disembuhin. Bahkan ada beberapa Culture Rep senior yang udah pulang dari 2 atau 3 tahun lalu masih menderita PDS.

Semua Culture Rep yang gue kenal rata-rata sudah mulai merasakan PDS justru semenjak 4 bulan sebelum pulang. Memasuki masa-masa itu kita sudah mulai sedikit stress dan sedih dan mulai berusaha mengingkari kenyataan. 4 bulan memang terdengar masih lama tapi kenyataannya itu cepat sekali berlalu, tau-tau sudah waktunya pulang. #banjirairmata

Ada kalanya PDS itu sedikit mereda dan kita mulai melupakan soal Disney, well, paling gak frekuensinya sedikti merendah. Tapi yang sering terjadi ketika ke-trigger dikit langsung deh PDS-nya nongol lagi dan langsung mellow lagi dan langsung mulai mencari-cari hal yang berhubungan sama Disney. Hadeuuuh. Repot dah.

Yang paling dirasain lagi selain PDS adalah kenyataan bahwa setelah pulang dari Disney, lo statusnya adalah pengangguran. Yes. Pengangguran. Jobless. Gak punya kerjaan. Nah, bebarengan dengan PDS, di masa 4 bulan sebelum pulang kita juga harus berjuang melawan kenyataan jobless setelah program. Mulai mikirin mau ngapain lagi selanjutnya. Kalo soal ini biasanya kita malah menghindari memikirkan lebih jauh. Biasanya kita malah berusaha mengisi hari-hari dengan hal-hal penuh Disney. Berusaha untuk menikmati hari semaksimal mungkin dan gak mau mikirin soal kehidupan selanjutnya. Denial lagi.

Kenyataannya gak semudah itu mendapatkan pekerjaan kembali setelah Disney. Tergantung seberapa niat lo mau merencanakan masa depan seteah Disney. Ada Culture Rep yang 2 bulan setelah pulang langsung keterima kerjaan baru. Ada juga yang setaun lebih nganggur baru akhirnya masuk kerja lagi. Banyak juga yang gak mau balik kerja akhirnya memilih jalur pendidikan alias kuliah lagi. Sibuk nyari beasiswa dan rata-rata beasiswa ke LN.

Gue pribadi masih nganggur sampe sekarang. Haha. Well, gue memang sudah tidak merasakan hasrat untuk kembali kerja kantoran seperti sebelum Disney. Jadi gue sudah males untuk daftar kerja di perusahaaan walopun banyak yang sesuai dengan pekerjaan gue sebelumnya. Gue sempet sih keterima kerja 1 bulan setelah gue pulang, tapi kok rasanya gue belum siap kembali ke dunia kerja seketika. Alhasil, gue cuekin aja deh tuh tawarannya, padahal kerjaannya enak gak di kantor. Sekarang sedikti nyesel. Haha. Foolish me.

Rese'nya, karena sudah pernah merasakan bekerja di perusahaan sekaliber Disney, semua kerjaan selanjutnya yang coba lo lamar atau mungkin sudah lo dapatkan, pasti akan dibanding-bandingin dengan Disney. Padahal kan tiap perusahaan punya culture beda-beda. Akhirnya mulai deh menimbang-nimbang cukup worthy kah pekerjaannya atau gak (dibanding Disney). Damn.

Yah inti dari tulisan ini sih buat kalian yang ingin mengikuti program CRP ini harus siap mental menghadapi kehidupan setelah Disney. No more fairy tale for you. Gue agak sulit menganggap kerjaan gue di Disney sebagai kerjaan. Gue merasa bahwa gue di sana lebih ke main-main, makanya agak sulit untuk balik lagi ke kenyataan hidup.

Gue sangat bersyukur bisa merasakan kehidupan Disney. 2015 adalah tahun terbaik dalam hidup gue. Gak ada yang bisa mengganti kebahagiaan gue di tahun itu. Bener-bener pengalaman hidup yang luar biasa menurut gue. Semua keluhan gue selama disana selalu kalah dengan memori-memori indah yang gue dapet. Serius deh. Gak ada yang ngalahin. Top markotop.

Siap-siap aja ya, nanti pas sebelum pulang ke Indonesia lagi setelah program selesai bakalan banyak mikir, banyak merenung, banyak bengong, banyak baper, banyak ketawa dan kemungkinan besar bakal banyak nangis.

Oke lah kalo begitu. Gue mau mojok dulu sambil menikmati PDS yang mulai melanda, lagi.

You Might Also Like

0 comments

Blog Archive